UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000
TENTANG
RAHASIA DAGANG
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa
untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional
dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi
masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sebagai
bagian dari sistem Hak Kekayaan Intelektual
b. bahwa
Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakup Agreement an Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPs) dengan Undangundang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu
diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu
dibentuk Undang-undang tentang Rahasia Dagang
Mengingat :
1. Pasal 5
ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
2.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the
World Trade Organization (Persatuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia),
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3564)
3.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA DAGANG
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Rahasia
Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha,
dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
2. Hak
Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undangundang
ini.
3. Menteri
adalah Menteri yang membawahkan Departemen yang salah satu lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Rahasia
Dagang.
4.
Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang
berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri.
5. Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Rahasia Dagang kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Rahasia Dagang yang diberi
perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
BAB
II
LINGKUP
RAHASIA DAGANG
Pasal
2
Lingkup
perlindungan Rahasia Dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode
penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang
memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Pasal
3
(1) Rahasia
Dagang mendapat perlindungan apabila informasi tersebut bersifat rahasia,
mempunyai nilai ekonomi, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya sebagaimana
mestinya.
(2)
Informasi dianggap bersifat rahasia apabila informasi tersebut hanya diketahui
oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat.
(3)
Informasi dianggap memiliki nilai ekonomi apabila sifat kerahasiaan informasi
tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat
komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secaraekonomi.
(4)
Informasi dianggap dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang
menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
BAB
III
HAK
PEMILIK RAHASIA DAGANG
Pasal
4
Pemilik Rahasia
Dagang memiliki hak untuk:
a.
menggunakan sendiri Rahasia Dagang yang dimilikinya
b.
memberikan Lisensi kepada atau melarang pihak lain untuk menggunakan Rahasia
Dagang atau mengungkapkan Rahasia Dagang itu kepada pihak ketiga untuk kepentingan
yang bersifat komersial.
BAB
IV
PENGALIHAN
HAK DAN LISENSI
Bagian
Pertama
Pengalihan
Hak
Pasal
5
(1) Hak
Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan dengan:
a. pewarisan
b. hibah
c. wasiat
d. perjanjian
tertulis
e.
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan dokumen tentang pengalihan hak.
(3) Segala
bentuk pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dicatatkan pada Direktorat Jenderal dengan membayar biaya sebagaimana diatur
dalam Undang-undang ini.
(4)
Pengalihan Hak Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat Jenderal
tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.
(5)
Pengalihan Hak Rahasia Dagang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diumumkan dalam
Berita Resmi Rahasia Dagang.
Bagian
Kedua
Lisensi
Pasal
6
Pemegang Hak
Rahasia Dagang berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4, kecuali jika diperjanjikan lain.
Pasal
7
Dengan tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pemegang Hak Rahasia
Dagang tetap dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak
ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kecuali
jika diperjanjikan lain.
Pasal
8
(1)
Perjanjian Lisensi wajib dicatatakan pada Direktorat Jenderal dengan dikenai
biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
(2)
Perjanjian Lisensi Rahasia Dagang yang tidak dicatatkan pada Direktorat
Jenderal tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
(3)
Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita
Rahasia Dagang.
Pasal
9
(1)
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2)
Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1).
(3)
Ketentuan mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan
Presiden.
BAB
V
BIAYA
Pasal
10
(1)
Pencatatan pengalihan hak dan pencatatan perjanjian Lisensi Rahasia Dagang
dikenai biaya yang jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara
pembayaran biaya sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Presiden.
(3)
Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat
mengelola sendiri biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VI
PENYELESAIAN
SENGKETA
Pasal
11
(1) Pemegang
Hak Rahasia Dagang atau penerima Lisensi dapat menggugat siapa pun yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
berupa:
a. gugatan
ganti rugi; dan/atau
b.
penghentian semua perbuatan sebagaimana dalam Pasal 4.
(2) Gugatan
sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) diajukan ke Pengadilan Negeri.
Pasal
12
Selain
penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pihak dapat
menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa.
BAB
VII
LELANGGARAN
RAHASIA DAGANG
Pasal
13
Pelanggaran
Rahasia Dagang juga terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan
Rahasia Dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis
atau tidak tertulis untuk menjaga Rahasia Dagang yang bersangkutan
Pasal
14
Seseorang
dianggap melanggar Rahasia Dagang pihak lain apabila ia memperoleh atau
menguasai Rahasia Dagang tersebut dengan cara yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
15
Perbuatan
sebagiamana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dianggap pelanggaran Rahasia Dagang
apabila:
a. tindakan
pengungkapan Rahasia Dagang atau penggunaan ertahanan keamanan, kesehatan, atau
keselamatan masyarakat;
b. tindakan
rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan Rahasia Dagang milik
orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut
produk yang bersangkutan.
BAB
VIII
PENYIDIKAN
Pasal
16
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pejabat Pegawai
Negari Sipil di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawababnya meliputi Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Udnang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia
Dagang
(2) Penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
di bidang Rahasia Dagang;
b. melakukan
pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidang Rahasia
Dagang;
c. meminta
keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak
pidana di bidang Rahasia Dagang;
d. melakukan
pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang Rahasia Dagang;
e. melakukan
pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen lain;
f. melakukan
penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan
bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Rahasia Dagang; dan/ata
g. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang.
(3) Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam
melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil
penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam
hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat
ketentuan Pasal 107 Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB
IX
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
17
(1)
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Rahasia Dagang pihak lain
atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 atau Pasal 14
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan delik aduan.
BAB
X
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
18
Atas
permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapat
memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup.
BAB
XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
19
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 20 Desember 2000
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ABDURRAHMAN
WAHID
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal
20 Desember 2000
SEKRETARIAT
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DJOHAN
EFFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 242
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
30 TAHUN 2000
TENTANG
RAHASIA
DAGANG
I. UMUM
Sebagai
negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan yang tangguh
di kalangan dunia usaha. Hal itu sejalan dengan kondisi di bidang perdagangan
dan investasi. Daya saing semacam itu telah lama dikenal dalam sistem Hak
Kekayaan Intelektual, misalnya Paten. Dalam Paten, sebagai imbalan atas hak
ekslusif yang diberikan oleh negara, penemu harus mengungkapkan temuan atau
invensinya. Namun, tidak semua penemu atau kalangan pengusaha bersedia
mengungkapkan temuan atau invensinya itu. Mereka ingin tetap menjaga
kerahasiaan karya intelektual mereka. Di Indonesia, masalah kerahasiaan itu
terdapat di dalam beberapa aturan yang terpisah, yang belum merupakan satu
sistem aturan terpadu.
Kebutuhan
akan perlindungan hukum terhadap Rahasia Dagang sesuai pula dengan salah satu
ketentuan dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Ringhts (Persetujuan TRIPs) yang merupakan lampiran dari Agreement Establishing
the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1994.
Adanya
perlindungan tersebut akan mendorong lahirnya temuan atau invensi baru yang
meskipun diperlakukan sebagai rahasia, tetap mendapat perlindungan hukum, baik
dalam rangka kepemilikan, pengusaan maupun pemanfaatannya oleh penemuanya.
Untuk
mengelola administrasi Rahasia Dagang pada saat ini Pemerintah menunjuk
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c.q. Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual untuk melakukan pelayanan di bidang Hak Kekayaan
Intelektual. Mengingat cukup luasnya tugas dan tanggung jawab tersebut, tidak
tertutup kemungkinan pada waktu yang akan datang, Direktorat Jenderal yang
membidangi Hak Kekayaan Intelektual ini berkemang menjadi suatu badan lain yang
bersifat mandiri dilingkungan Pemerintah, termasuk mandiri dalam pengelolaan
keuangan.
II. PASAL
DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
"Upaya-upaya
sebagaimana mestinya" adalah semua langkah yang memuat ukuran kewajaran,
kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu
perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di
tempattempat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal
perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan internal perusahaan dapat
ditetapkan bagaimana Rahasia Dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab
atas kerahasiaan itu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Sebagai hak
milik, Rahasia Dagang dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, Peristiwa
hukum tersebut dapat berlangsung antara lain dalam bentuk hibah, wasiat, atau
pewarisan. Khusus untuk pengalihan hak atas dasar perjanjian, ketentuan ini
menetapkan perlunya pengalihan hak tersebut dilakukan dengan akta. Hal itu
penting mengingat begitu luas dan peliknya aspek yang dijangkau. Yang dimaksud
dengan "sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundangudnangan" misalnya putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "dokumen tentang pengalihan hak" adalah dokumen yang
menunjukkan terjadinya pengalihan hak Rahasia Dagang. Namun, Rahasia Dagang itu
sendiri tetap tidak diungkapkan.
Ayat (3)
Yang
"wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data
yang bersifat administratif dari dokumen pengelihan hak dan tidak mencakup
substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hal-hal yang
diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagang hanya mengenai data yang
bersifat administratif dan tidak mencakup substansi Rahasi Dagang yang
diperjanjikan.
Pasal 6
Berbeda
dengan perjanjian yang menjadi dasar pengalihan Rahasia Dagang, Lisensi hanya
memberikan hak secara terbatas dan dengan waktu yang terbatas pula. Dengan
demikian, Lisensi hanya diberikan untuk pemakaian atau penggunaan Rahasia
Dagnag dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan pertimbangan bahwa sifat
Rahasia Dagang yang tertutup bagi pihak lain, pelaksanaan Lisensi dilakukan
dengan mengirimkan atau memperbantukan secara langsung tenaga ahli yang dapat
menjaga Rahasia Dagang itu. Hal itu berbeda, misalnya, dari pemberian bantuan
teknis yang biasanya dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek, pengoperasian
mesin baru atau kegiatan lain yang khusus dirancang dalam rangka bantuan
teknik.
Pasal 7
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menegaskan prinsip bahwa Lisensi bersifat non-eksklusif.
Artinya, Lisensi tetap memberikan kemungkinan kepada pemilik ketiga lainnya.
Apakah akan dibuat sebaliknya, hal ini harus dinyatakan secara tegas dalam
perjanjian Lisensi tersebut.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang
"wajib dicatatkan" pada Direktorat Jenderal hanyalah mengenai data
yang bersifat administratif dari perjanjian Lisensi dan tidak mencakup subtansi
Rahasia Dagang yang diperjanjikan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hal-hal yang
diumumkan di dalam Berita Resmi Rahasia Dagng hanya mengenai data yang bersifat
administratif dan tidak mencakup substansi Rahasia Dagang yang diperjanjikan.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pencatatan
ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila isi perjanjian Lisensi tersebut akan
dapat menimbulkan akibat yang merugikan kepentingan ekonomi Indonesia.
Misalnya, perjanjian tersebut mengatur kewajiban yang dapat dinilai tidak adil
bagi penerima Lisensi, seperti menghalangi proses alih teknologi ke Indonesia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Yang
dimaksud dengan "alternatif penyelesaian sengketa" adalah negosiasi,
mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang
dimaksud dengan "Rekayasa Ulang" (reverse engineering) adalah suatu
tindakan analisis dan evaluasi untuk mengetahui informasi tentang suatu
teknologi yang sudah ada.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4044
http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/rahasia%20dagang.pdf